KAPOLDA DIY Di UTY: Pencegahan Radikalisme, Bahaya Narkoba Dan Berita Negatif Di Medsos
KAPOLDA DIY Di UTY:
Pencegahan Radikalisme, Bahaya Narkoba Dan Berita Negatif di Medsos
Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan sumber daya alam, ragam budaya dan jumlah penduduk yang besar, merupakan kekayaan dan kekuatan yang luar biasa. Namun di sisi lain keragaman tersebut, juga bisa menadi ancaman perpecahan jika yang mengemuka adalah perbedaan dan intoleransi, kata Kapolda DIY Irjen. Pol. Drs. Ahmad Dofiri, MSi dalam Kuliah Perdana Mahasiswa Baru Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY), bertajuk “Peran Mahsiswa Dalam Revolusi Industri Industri 4.0 dan Society 5.0, Untuk UTY Hebat, Indonesia Maju”, pada hari Senin (9/9/2019) di Kampus 1 UTY,
Pada kesempatan itu Ahmad Dofiri memaparkan masalah pencegahan gerakan radikalisme, bahaya narkoba, dan bahaya penyebaran berita negatif melalui medsos. Dalam paparannya, Ahmad Dofiri menyampaikan bahwa intoleransi, radikalisme, dan terorisme merupakan hal yang saling terkait. Adapun akar permasalahannya adalah masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, ketidakadilan hukum, psikologis, dan dendam. Akar permasalahan tersebut, bagaikan gunung es. Kecil muncul di permukaan, namun sebenarnya ada yang lebih besar yang tidak muncul/terlihat mata, yang harus diwaspadai bersama. Menurutnya mahasiswa yang berkembang dan tumbuh di lingkungan akademis dan memiliki rasionalitas dan logika yang sehat, memiliki peran besar untuk menanggulanginya. “Jangan sebaliknya, mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” pesan Ahmad Dofiri.
Lebih lanjut Ahmad Dofiri menyampaikan, peperangan saat ini lebih kompleks dan lebih sulit karena pendekatan kekerasan (hard approach) sebagaimana jaman kemerdekaan dulu, sudah tidak lagi efektif diterapkan. Saat ini lebih dibutuhan soff aproach dengan cara kontra radikalisme/deradikaliasi, kontra ideologi, meminimalisir berita negatif di media sosial dan menjaga situasi yang kondusif. Menurut Ahmad Dofiri, mindset dan ideologi yang menjadi penggerak intoleransi dan radikalisme adalah cara berpikir para radikalis, yang menganggapmereka adalah satu-satunya kelompok yang paling benar. Sedangkan yang lainnya adalah kelompok yang salah, sebagaimana orang jahiliyah, syirik dan bid’ah. Mereka juga berpikir bahwa Pancasila dan UUD adalah kekafiran, dan para penguasa adalah orang-orang dlolim.
Terkait dengan bahayanarkoba, yang terdiri dari zat psikotropika, narkotika, dan bahan adiktif lainnya, Ahmad Dofiri mengingatkan bahwa saat ini ancaman bahaya narkoba sudah menjadi ancaman yang sangat serius. Terutama generasi muda termasuk mahasiswa. Bahkan di Yogyakarta yang merupakan miniatur Indonesia telah menjadi target sasaran para pengedar narkoba. Ada banyak pilihan bagi mereka yang telah terjerat narkoba. Pilihan terbaik adalah berhenti mengkonsumsi narkoba dan kembali hidup normal. Adapun pilihan selanjutnya, merupakan pilihan tidak baik yaitu memilih masuk penjara, rumah sakit, atau bahkan banyak yang berakhir masuk kuburan. Untuk itu, pesan Ahmad Dofiri adalah, “katakan tidak pada narkoba.” Sekali mencoba narkoba, akan sulit menghindarinya, tambahnya.
Sedangkan, dalam masalah media sosial, Ahmad Dofiri menyampaikan bahaya penyebaran berita negatif melalui sosial media bisa berupa berita bohong (hoax), berita palsu (fake news), penyebaran kebencian (hate speech), atau pencemaran nama baik. “Hati-hati menyebarkan berita negatif melalui media sosial, karena ada Undang-undang ITE yang siap menjerat,” kata Ahmad Dofiri
Menurut Ahmad Dofiri, saat inisecara umummasyarakat berada di dua dunia nyata, yaitu dunia nyata dan dunia maya. Adapun prosentase kehidupan di dunia maya semakin lama semakin dominan. Media sosial kini juga telah bergentayangan menjadi ancaman intoleransi, fitnah, penyebaran pornografi, dan konten-konten berbahaya lainnya. Masalah kurangnya sopan santun, etika, adab, dan misscomunication juga telah nyata-nyata menyeruak seiring dengan semakin maraknya media sosial saat ini. Untuk itu ia menyampaikan tips dalam menyebarkan berita. Pertama berita telah dikonfirmasi kebenarannya. Keduacek apakah berita berupa itu fakta atau prasangka, Ketiga jika berita itu benar, apa perlu disebarkan dan adakah korban yang disakiti.Keempatrenungkan apakah berita itu akan memberi kebaikan atau justru menyulut permusuhan, tuturnya.