Kebaruan, Dan Inventif Dan Dapat Diindustrialisasikan, Syarat Inovasi Masuk HaKI
Kebaruan, dan Inventif dan Dapat Diindustrialisasikan, Syarat Inovasi Masuk HaKI
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
perlu dipahami oleh dosen dan mahasiswa. Banyak temuan dan inovasi yang
dihasilkan dalam proses belajar di perguruan tinggi, belum didaftarkan untuk
memperoleh perlindungan hukum terkait Hak atas Kekayaan Intelektual, ungkap Dr.
Bambang Moertono Setiawan, MM., Akt., CA Rektor Universitas Teknologi
Yogyakarta (UTY), dalam acara Sosialisasi Penguatan Inovasi dan Hak Atas
Kekayaan Intelektual di Kampus 1 UTY, Jum’at 15 Nopember 2019. Lebih lanjut
Bambang Moertono menyampaikan bahwa ke depan Tugas Akhir (TA) mahasiswa akan
diarahkan menjadi produk nyata bukan hanya menjadi koleksi tulisan ilmiah di
perpustakaan.
Acara Sosialisasi yang menghadirkan
Ir. Retno Sumekar, M.Si, Direktur Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi, Direktorat
Jenderal Penguatan Inovasi, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan
Inovasi Nasional tersebut, diikuti oleh seluruh Tenaga Pendidikan UTY. Dalam
kesempatan itu Retno Sumekar menjelaskan secara detail tentang Hak Cipta, Merek
Dagang, Paten, Rahasia Dagang, Desain Industri, Sirkuit Layout Terpadu, dan Indikasi
Geografis (Perlindungan Varietas Tanaman). Retno Sumekar menyampaikan bahwa
mayoritas Dosen dalam melakukan penelitian dan membuat inovasi pada umumnya
baru memenuhi dua syarat yakni syarat kebaruan, dan inventif saja. Sedangkan syarat ketiga yakni dapat
diindustrikan/dokomersialkan, rata-rata belum terpenuhi. Sehingga sulit untuk
masuk kriteria HaKI.
Retno Sumekar
menyampaikan bahwa Indonesia memiliki kekayaan potensi yang luar biasa. Namun
banyak potensi yang diakui oleh orang luar karena lemahnya dokumentasi oleh
orang Indonesia sendiri. Ia mencontohkan
tentang batik Indramayu yang di hak ciptakan oleh orang Jepang.
Selain itu,
Retno Sumekar juga menyampaikan keprihatinannya karena jumlah
start up di Indonesia masih rendah, yakni
baru mencapai 1,08% dari jumlah penduduk. Sementara Singapore 7%, Malaysia 5%, Thailand 4% dan Vietnam 3,3%. Oleh karena ia menyampaikan bahwa sudah
selayaknya jika universitas menjadi tumpuan dalam menggerakkan dan
mengembangkan inovasi dan kreasi, karena universitas merupakan lembaga riset dan pencetak
sumber daya yang unggul. Ia sangat berharap akan muncul start up –start up baru
dari universitas-universitas di Indonesia, termasuk dari UTY.
Dalam
sesi tanya jawab yang dipandu moderator Puji Utomo, ST, MT, Retno Sumekar menyampaikan pentingnya
kolaborasi multi disiplin ilmu. Inovasi dari orang teknik saja tidak akan
lengkap karena dalam inovasi ada faktor sosio kultural yang harus
diperhitungkan. Begitu pula inovasi dalam aspek sosial, saat ini sangat perlu
adanya sentuhan teknologi untuk hidup lebih mudah dan lebih berkualitas,
tambahnya.